Daftar Isi
Keadilan Sosial dalam Kasus Pembunuhan Begal di Malang
Pembegalan bukan merupakan sebuah tindak kriminal yang jarang terjadi di Indonesia, maraknya pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu hal yang menyebabkan menjamurnya tindak kriminal di Indonesia, salah satunya adalah pembegalan. Dengan berbagai macam motif dan modus dilakukan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan secara paksa. Bahkan tidak jarang kasus pembegalan akan berbuntut pada kasus pembunuhan baik yang dilakukan oleh pelaku maupun korban.
Beberapa waktu lalu, Malang dihebohkan dengan kasus remaja dengan inisial ZA, salah satu warga Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang yang merupakan siswaSMA berusia tujuh belas tahun menjadi tersangka dan terancam selama tujuh tahun penjara oleh polres Malang karena membunuh seorang begal yang membegalnya. Kronologi kasus dimulai saat ZA dan teman wanitanya sedang berboncengan di wilayah perkebunan tebu desa Gondanglegi pada 7 September 2019. Mereka kemudian dihampiri oleh empat orang begal yang bernama Misnan 33 tahun, Ahmad 22 tahun dan Rozikin 41 tahun dan satu orang lainnya. Misnan dan kawanan begal lainnya kemudian mencegat korban dan berusaha untuk merampas harta benda milik korban dan temannya yaitu telpon genggam dan sepeda motor. ZA kemudian menolak untuk memberikan harta benda miliknya hingga terjadi percekcokan antara begal dan korban. Tersangka Misnan kemudian memberikan ancaman kepada korban untuk memperkosa teman wanitanya secara bergilir jika ia tidak mau memberikan motor dan harta benda lainnya. Hal ini kemudian menyulut emosi korban hingga ia mengambil senjata tajam berupa pisau di dalam jok motornya kemudian menusuk Masnan tepat di dada bagian kiri hingga ia tewas di tempat kejadian, kejadian ini menimbulkan rasa takut kepada tiga begal lainnya yang kemudian melarikan diri.
Hingga keesokan harinya polisi daerah setempat menemukan mayat Masnan dengan keadaan luka robek di dada sebelah kiri dan darah yang mulai mengering. Akibat dari perbuatannya Masnan dikenakan Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang berbunyi “Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”pasal ini menegaskan bahwa apabila seseorang melakukan penganiayaan hingga menghilangkan nyawa seseorang maka akan dikenakan masa tahanan paling lama tujuh tahun. Hingga saat ini kasus pembunuhan begal dengan ZA sebagai tersangka masih dalam proses penyelidikan yang nantinya keputusan final akan di putuskan oleh Majelis Hakim selaku lembaga yang berwenang. Selain di Malang, sedangkan dua orang begal lainnya telah ditangkap dan sedang dalam proses pengadilan.
Kasus serupa juga pernah terjadi di daerah Bekasi pada tahun 2018, korban pembegalan yang juga merupakan pelaku penusukan begal, Mohammad Irfan Bahri yang pada saat itu berusia 19 tahun. dalam kasusnya ia membacok tersangka pembegalan Aric Syafuloh alias AS hingga tewas di lokasi kejadian. Bermula ketika Irfan dan ketiga kawannya yang berasal dari Madura sedang berlibur di Bekasi, mereka kemudian berkumpul di alun-alun kota Bekasi, hingga larut malam korban berkeliling dan tiba di kawasan jalan Ahmad Yani. Setelah tiba di Landmark kota Bekasi di sekitar jalan Ahmad Yani, Irfan dan temannya Rofiqi memutuskan untuk minum kopi di sebuah warung hingga mereka memutuskan untuk menuju jembatan Summarecon di Bekasi untuk sekedar mengambil gambar. Setelah lima belas menit, kejadiaan tak terduga terjadi sepeda motor beat putih tiba-tiba berhenti tepat di sebelah Irfan. Begal, Aric Syafuloh dan satu rekannya dengan membawa celurit menodong rofiqi sambil meminta secara paksa harta benda yang dibawa oleh rofiqi dengan terpaksa ia menyerahkan telpon genggamnya kepada pelaku. Merasa tidak puas, tersangka juga meminta harta benda Irfan secara paksa. Meskipun begitu, Irfan tidak serta merta pasrah dan menyerahkan barang berharganya kepada begal tersebut. Ia melakukan perlawanan hingga mengalami luka-luka dan dengan sedikit kesempatan yang ia miliki, ia berhasil merebut senjata tajam milik tersangka kemudian membacoknya hingga tewas.
Meskipun memiliki kasus yang serupa dengan kasus yang dialami oleh ZA, hasil akhir yang diterima oleh kedua korban sekaligus pelaku pembunuhan tersebut sangat berbeda. Tidak seperti ZA yang hingga saat ini ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan wajib lapor, apa yang dilakukan Irfan dan Rofiqi justru di apresiasi oleh berbagai pihak hingga instansi kepolisian memberikan sebuah penghargaan yang diberikan secara langsung oleh Kapolres Metro Bekasi dan ditawarkan menjadi seorang polisi. Dengan perlakuan yang sangat berbeda, hal ini tentunya sangat tidak adil bagi ZA. Dalam kasusnya perlu dilihat dan dipertimbangkan lebih lanjut terahap statusnya yang saat ini sebagai tersangka yaitu:
1. Tersangka masih dibawa umur
Meskipun membunuh adalah sebuah kesalahan tetapi kita tidak bisa begitu saja mengabaikan faktor-faktor maupun pengaruh yang menyebabkan terjadinya pembunuhan tersebut. Dalam kasus ZA, ia adalah seorang siswa SMA yang masih berusia tujuh belas tahun. Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 5 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”Berdasarkan hal ini, tersangka masih tergolong anak secara hukum meskipun dalam praktiknya di masyarakat usia tujuh belas tahun sudah tergolong cukup untuk mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak. Menurut para ahli sendiri masa remaja terbagi menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192). Dengan mempertimbangkan usia tersangka, maka tersangka tidak seharusnya terjerat pasal 351 ayat 3 KUHP dengan hukuman maksimal selama tujuh tahun. Jika memang diharuskan untuk di hukum maka bisa diberlakukan hukuman yang lebih ringan mengingat tersangka masih dalam usia sekolah. Dengan pemberian hukuman selama itu maka akan berdampak pada proses pembelajaran tersangka di sekolah. Selain itu, menteri pendidikan, Muhadjir Effendy dalam wawancaranya di salah satu media online juga memberikan apresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh ZA dalam usahnya mempertahankan diri dari tindak kejahatan.
2. Membunuh dengan tujuan melindungi diri
Setiap kasus-kasus pembunuhan pasti memiliki alasan yang melatarbelakanginya, yang membedakannya adalah sengaja atau tidaknya pembunuhan tersebut dilakukan. Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan ZA ini, termasuk kedalam pembunuhan yang dilakukan secara tidak sengaja karena dengan tujuan untuk melindungi dirinya dan temannya tanpa ada niatan sedikitpun untuk membunuh. Jika berbicara hukum maka kasus pembunuhan yang dilakukan oleh ZA masuk kedalam kategori pembelaan, menurut pasal 49 KUHP berbunyi:
1). Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
2). Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Sebenarnya jika dilihat dari pasal 49 KUHP ini saja sudah seharusnya status tersangka yang diberikan kepada ZA dicabut sehingga tidak membebani psikologis dirinya dan keluarganya lebih lama lagi.
3. Mengambil keputusan dalam keadaan tertekan
Bukanlah sebuah hipotesis lagi bahwa mengambil keputusan saat keadaan tertekan bukanlah suatu hal yang baik, saat keadaan tertekan maka apa yang terlintas di pikiran kita bisa jadi adalah hal yang akan kita lakukan dalam beberapa saat kedepan tanpa mempertimbangkan lagi dampakyang akan ditimbulkan oleh hal tersebut. Seperti dalam kasus ini, ZA dengan keadannya yang tertekan dan terdesak terpaksa untuk membunuh pelaku karena mengingat ia didesak oleh empat orang begal yang bisa saja jika tidak membunuh ia yang akan dibunuh pada saat itu, oleh karena itu sudah sepatutnya tindakan yang ia lakukan terlalu berlebihan untuk dihukum dengan status tersangka dan kurungan selama maksimal tujuh tahun. Dalam sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, telah dijelaskan bahwa negara Indonesia menjamin kepada masyarakat Indonesia akan kepastian hukum yang setimpal dan sebanding tanpa adanya diskriminasi dan sikap saling membeda-bedakan dimata hukum. Dalam kasus ini, ZA tentunya tidak menerima itu, jika dilakukan perbandingan dengan kasus yang sudah terjadi sebelumnya saja sudah menunjukkan adanya perbedaan perlakuan hukum terhadap dua kasus yang serupa ini.
4. Mengalami gangguan mental dan psikologis
Selain ketidakadilan di mata hukum, banyak kerugian lain yang akan diterima ZA terlepas dari ketidakpastian hukum dalam kasus ini. Jika secara logika, orang dewasa yang tingkat kematangan berpikirnya saja lebih baik tetapi masih banyak yang mengalami depresi karena tekanan maupun beban, bagaimana dengan anak yang masih dibawah umur dan baru menginjak usia tujuh belas tahun seperti ZA? Sudah pasti ia akan sangat-sangat tertekan akibat peristiwa ini. Seorang anak yang menurut keluarganya adalah seorang yang pendiam dan tidak nakal tiaba-tiba dihadapi oleh permasalahan yang sangat besar ini yang mengarah pada ranah kriminal ini pastinya mengalami tekanan yang begitu hebat baik secara mental maupun psikologisnya. Hal ini sangatlah berbahaya bagi dirinya sendiri apabila ia tidak mampu untuk melewati dan menerimanya, hal ini tidak menutup kemungkinan-kemungkinan buruk akan terjadi. bahkan dalam penjelasan Ibu dari ZA kepada salah satu media online ia mengungkapkan bahwa ia selalu merasa takut jika ZA akan melakukan tindakan yang dapat menyakiti dirinya sendiri, ibunya bahkan harus menyembunyikan benda tajam agar menghindari ZA dari melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan. Selain tekanan yang ia peroleh dari dalam dirinya sendiri, tekanan lain juga timbul dari lingkungan sekitarnya. Di lingkungannya ia telah di kenal sebagai seorang pembunuh, tidak hanya ia yang merasa tertekan begitu juga dengan keluarganya. Tanggapan miring dari lingkungan sekitar tentunya sangatlah mempengaruhi psikologis dan berdampak besar bagi hubungan sosial kedepannya.
5. Menghambat pendidikan dan pengajaran di sekolah
Akibat gangguan mental dan psikologis yang dideritanya tidaklah mudah untuk kembali menempuh pengajaran dan pembelajaran di sekolah seperti biasanya. Perasaan malu dan tidak nyaman untuk datang kesekolah merupakan salah satu dampak negatif yang akan diterima AZ dari lingkungan pergaulannya. Di cap sebagai seorang pembunuh bukanlah sebuah hal yang biasa saja untuk diterima. Hal ini akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah baik secara signifikan maupun tidak.
6. Dijauhi oleh teman dan lingkungan
Meskipun siding penetapan kasus pembunuhan begal yang dilakukan AZ ini belum mencapai hasil akhir, tapi tetap saja penetapan status tersangka sementara juga merupakan sebuah penilaian yang tidak baik dimata masyarakat sehingga dapat menyebabkan tersangka dijauhi atau bahkan dikucilkan.
7. Menyebabkan trauma masa lalu
Apa yang ia hadapi saat ini akan berdampak kepadanya dimasa depan, kasus ini tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan trauma masa lalu di kehidupannya di masa yang akan datang sehingga akan menimbulkan perasaan tidak tenang dan selalu berhati-hati dalam menghadapi sesuatu. Dengan adanya kasus ini diharapkan agar pemerintah dan lembaga hukum yang berwenang akan menjalankan tugas dan amanat dengan sebenar-benarnya. Selain itu, masyarakat dituntut untuk selalu berhati-hati di mana dan kapanpun berada. Dalam kasus ini terlihat bahwa pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan merupakan sebuah dasar hukum yang kuat untuk memberikan status tesangka kepada ZA mengingat dalam pasal 49 KUHP sendiri ditegaskan untuk tidak mempidanakan sebuah tindakan yang dilakukan atas dasar sebuah pembelaan terhadap diri sendiri. Penegakan terhadap Pancasila sebagai dasar negara juga harus dilakukan dalam kasus ini. Keadilaan bagi korban pembegalan yang berstatus tersangka sudah semestinya diberikan. Siapapun pasti akan berusaha sekuat apapun untuk melindungi diri sendiri dari segala ancaman yang ada, apalagi tidak hanya perlindungan terhadap dirinya, perlindungan juga ia berikan kepada teman wanitanya, kita dapat membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya sekiranya pelaku pembegalan tersebut tidak dibunuh. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa kedua korban pembegalan tersebut akan tetap hidup. Meskipun masih dalam keadaan hidup pun tidak terbayangkan seberapa besar trauma psikologis yang dialami kedua korban terutama bagi korban wanita yang sebelumnya sempat diancam akan diperkosa. Trauma akibat pemerkosaan tidak hanya akan mempengaruhi mental dan psikologis dari korban pemerkosaan sendiri tetapi juga pada mental dan psikologis keluarga korban yang diperkosa. Dapat dibayangkan juga bagaimana dengan masa depan korban nantinya. Sebagian besar korban pemerkosaan dipandang oleh masyarkat sebagai suatu aib bagi keluarganya sendiri, tidak hanya dipandang tidak baik bahkan tidak banyak lingkungan yang dengan terbuka menerima dan merangkul korban dari pemerkosaan meskipun sudah jelas bahwa keluarga dan korban sendiri pun tidak mengharapkan dan tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Selain itu, beban mental dan psikologis yang diterima dapat menyebabkan sebuah perasaan depresi yang sangatlah berbahaya jika terus dibiarkan tanpa penanganan yang tepat dan rangkulan dari lingkungan sekitar bahkan tidak sedikit kasus pemerkosaan berakibat pada kasus bunuh diri karena berbagai tekanan dan beban trauma yang ada . kesempatan korban untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di sekolah juga akan terbatas, tidak sedikit juga kasus pemerkosaan yang berdampak pada putus sekolah karena kebanyakan korban merasa bahwa korban pemerkosaan adalah suatu hal yang hina dan tidak pantas bahkan untuk sekedar memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, bukan sebuah hal yang tidak wajar dan sudah semestinya jika korban berusaha mempertahankan diri dan melakukan pembelaan dengan cara membunuh pelaku pembegalan.
Daftar Pustaka
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4eec5db1d36b7/perbedaan-batasan-usia-cakap-hukum-dalam-peraturan-perundang-undangan/
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4706390/pakar-hukum-polisi-sudah-benar-tangani-kasus-pelajar-bunuh-begal-di-malang
https://kumparan.com/tugumalang/pelajar-yang-bunuh-begal-di-malang-ketakutan-dan-tertekan-saat-pulang-1rqNBmSFiaV